TAKHALLI DALAM TASAWUF
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah “Ilmu Tasawuf dalam Al-qur’an”
Dosen pengampu: Dr.H.Badruddin,M. Ag
Disusun Oleh:
AGUNG NURUL MU’JIZAT (181320048)
ABDUSSALAM (181320050)
M.RIZKI ZULKARNAEN ( 181320047)
KELAS : IAT/III/B
FAKULTAS USHULUDHIN DAN ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Pengertian Takhalli
Takhalli ialah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotor hati, maksiat lahir dan maksiat batin serta mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan kehidupan duniawi. Pembersihan ini dalam rangka, melepaskan diri dari perangai yang tidak baik, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Sifat-sifat tercela ini merupakan pengganggu dan penghalang utama manusia dalam berhubungan dengan Allah. Dalam berhubungan dengan allah, seorang hamba haruslah memiliki batin/ hati yang suci terlebih dahulu, biasa dalam ilmu taswuf disebut riyadhah.
Takhalli berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan duniawi. Dalam hal ini manusia tidak diminta untuk menjauhi dunia secara total melarikan diri dari dunia dan tidak pula menghilangkan hawa nafsunya. Tetapi, tetap memanfaatkan dunia sebagai sekedar kebutuhanya dengan mengendalikan hawa nafsu yang berlebih terhadap dunia dan mencari dunia sebagai sarana utuk beribadah kepada Allah swt. Ia tidak menyerah kepada setiap keinginan, tidak mengumbar nafsu, tetapi juga tidak mematikanya. Ia menempatkan segala sesuatu sesuai dengan proporsinya, sehinga tidak memburu dunia dan tidak terlalu benci kepada dunia.
Landasan/ Dalil-dalil tentang takhalli
Ada banyak dalil yang menyinggung tentang persoalan ini yang terdapat dalam al-qur’an maupun hadis. Namu, penulis hanya dapat memaparkan sedikit dari apa yang terkandung baik dalam al-Qur’an maupun hadis.
Qur’an surat As-Syams ayat 9-10
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (qs. As-Syams: 9-10).
Dalam ayat tersebut secara tegas Allah berjanji kepada hambanya yang memiliki jiwa yang secara sempurna menunaikan tugasnya—menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala laranganya—akan mendapatkan suatu keberuntungan yang diraih seorang hamba di sisi Allah swt. Keberuntungan disini bukan hanya semata didapat dari dunia saja, dimana manusia yang telah berusaha menyucikan dan telah sampai pada kesucianya, akan mendapatkan ketenangan hidup dalam dirinya. Hidup yang tidak ada kebingungan, kegelisahan, keraguan, optimis, dan tidak ada rasa takut dikarenakan didalam hatinya Allah selalu membersamainya. Adapun keberuntungan yang didapat seorang hamba ynag bersih dari segala sifat buruknya kelak di akherat akan digolomgkan sebagai hamba yang memiliki jiwa/ hati yang selamat yang pantas mendapatkan surganya Allah swt.
Sebaliknya, Allah menerangkan dalam ayat selanjutnya bahwa kerugian akan menghampiri seorang hamba jika lalai dan mengotori jiwanya dengan segala kemaksiatan, kecintaan yang berlebihan terhadap duniawi dan segala akhlak tercela. Seorang yang demikian, hidup dan matinya tidak akan mendapatkan suatu kenikmatan yang diberikan Allah swt. Didunia ia terbuai dengan kenikmatan duniawinya dan menuruti hawa nafsunya yang membuat kehilangan jati dirinya sebagai hamba yang suci. Begitupun di akhirat ia tidak memperoleh kenikmatan yang diprolehnya ketika ia di akhirat.
Selaras dengan pernyataan diatas Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam tafsir as-Sa’adi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan { قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا }” maka menanglah orang yang menyucikan jiwa, yaitu dengan ketaatan kepada Allah. Begitupun yang terdapat dalam Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdillah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah dan dirasah Islamiyah Universitas Qashim mengatakan bahwa وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا (dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya) Yakni merugilah orang yang menyesatkan dan memalingkan jiwanya dari Allah dan tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah dan amalan shalih.
Qur’an surat Asy-Syu’araa ayat 87-89
وَلاَ تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ، يَوْمَ لاَ يَنفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ ، إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu`araa’: 87-89)
Hati yang selamat adalah hati yang bersih atau hati yang selamat dari perbuatan syirik kepada selain Allah dalam bentuk apapun, bahkan ibadah hanya boleh untuk Allah semata yaitu irodah (keinginan), cinta, tawakal, inabah, (kembali), tunduk, takut, dan rasa harap hanya ditujukan kepada Allah semata. Hati yang selamat juga dapat diartikan sebagai selamat dari segala macam bentuk syahwat uang menyalahi perintah Allah atau menerjang larangaNya, hati itupun selamat dari berbagai syubhat yang menyimpang di mana hati yang selamat akan berpaling dari peribadahan kepada selain Allah, selamat dari berhakim selain ajaranrosul-Nya.
Setiap anggota badan akan ditanya pada hari Kiamat. Hatinya akan ditanya tentang apa yang terlintas, apa yang difikirkan, dan apa yang diyakininya. Pendengaran akan ditanya tentang segala hal yang didengarnya, dan seterusnya.
Surat Al-A’laa ayat 14-15
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), dan mengingat nama Rabb-nya, lalu ia shalat.” (QS. Al-A’laa: 14-15)
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi Ayat 14-15 “sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),” yakni menang dan beruntunglah orang yang membersihkan diri dari kesyirikan, kezholiman, dan akhlak-akhlak tercela. “dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia shalat,” yakni orang yang memiliki sifat selalu ingat kepada Allah Swt dan hatinya terpatri dengan dzikir sehingga hal itu mengharuskannya mengerjakan sesuatu yang diridhoi Allah Swt khususnya shalat yang merupakan neraca keimanan. Inilah makna ayat di atas. Sedangkan yang menafsirkan Firman Allah Swt, “orang yang membersihkan diri,” dengan arti mengeluarkan zakat fitrah dan “dia ingat nama Rabbnya, lalu dia shalat,” sholat ‘Id, meski penafsiran tersebut termasuk dalam kata-kata shalat dan sebagian dari cabangnya, tapi maknanya bukan hanya sesempit itu saja.
Sempurna akhlak tanda kuatnya iman
Sebagaimana kita tahu bahwa diutusnya nabi Muhammad saw ke muka bumi membawa misi yang sangat mulia yaitu untuk menyempurnakan akhlak.
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Sesungguhnya antara akhlak dengan ‘aqidah terdapat hubungan yang sangat kuat sekali. Karena akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya.
Baik buruknya manusia tergantung hati
أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ رَوَاهُ البُخَارِي وَمُسْلِم
“ Ketahuilah sesungguhnya didalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.'” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sebagian ulama mengumpamakan hati bagaikan seorang raja. Jika rajanya baik maka baiklah rakyatnya, dan jika rajanya rusak maka rusaklah seluruh rakyat. Hanya saja, menurut kalangan ulama peneliti, perumpamaan ini tidak tepat, karena bisa saja seorang raja mengeluarkan suatu perintah namun tidak ditaati. Berbeda denganhati, kala hati telah memrintahkan sesuatu, tubuh pasti menurut. Karena itu, perumpamaan hati bagi tubuh secara keseluruhan, jauh lebih fasih daripada perumpamaan seorang raja kala memerintahkan rakyat. Saat hati baik, seluruh tubuh pasti juga baik. Dan jika hati rusak, rusak pula seluruh tubuh.
Tanda-tanda awal kesuksesan pelatihan spiritual (Riyadhah)
Tazkiyah al-nafsitu adalah merupakan suatu upaya untuk menjadikan hati menjadi bersih dan suci, baik dzatnya, maupun keyakinannya”
prinsipmujahadahpada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebiasaan-kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya sepanjang waktu.Selain harus melakukan mujahadah, untuk dapat mendekatkan diri kepadaAllah yaitu harus melakukan riyadhah. Yang dimaksudriyadhahmenurut Ash-Shidiqi ialah latihan kerohanian dalam melaksanakan hal-hal yang terpuji, baikdengan cara perkataan, perbuatan maupun dengan cara penyikapan terhadap hal-hal yang benar, yang dilakukan dengan tiga macam cara menurut tingkatan kedekatanhamba dengan Tuhannya Tiga macam cara tersebut,yaitu:Pertama,riyadhah orang awam, yaitu upaya melatih dirinya untuk berbuatbaik dengan cara berusaha memahami perbuatan yang dilakukannya, berbuat dengansikap yangikhlash,tidak tercampur dengan sikapriya, dan memperbanyak melakukan kebenaran dalam pergaulan, baik terhadap Allah, terhadap sesamamanusia maupun terhadap lingkungan hidupnya. Kedua,riyadhahorangkhowas(sufi, wali), yaitu upaya agar selalu tetapberkonsentrasi terhadap Allah ketika melaksanakan suatu perbuatan baik, sehinggatidakterpengaruhlagiolehlingkungansekelilingnya,penglihatandanpendengarannya tidak terpengaruh lagi oleh sesuatu yang ada di sekelilingnya,kecuali hanya menuruti tuntunan kata hatinya.Ketiga,riyadhahorangkhowasul khowas(nabi, rasul), yaitu berbuat baikuntuk mendapatkan kesaksian Allah dan ma’rifat atau kebersatuan dengan Allah.Kebersatuan dengan Allah berbeda dengan istilah penyatuan menurut paham wujudiah.Kebersatuan berarti bersatu dengan Allah dalam keadaan wujud masihberbeda, yaitu Allah tetap Al-Khalikdan manusia yang bersatu dengan Allah tetapmakhluk. Termasuk juga prosesriyadhahyang dilakukan oleh peserta tasawuf (al-mutasawwif) ketika melakukan suluk (kegiatandzikirdantafakur) untukmemperoleh kedudukan spiritual (al-maqamat) dan kondisi spiritual (al-ahwal)hingga mencapaima’rifahsebagai tujuan tasawuf.
Faktor penghalang dalam melakukan tazkiyatu al-nafsi
Maksiat adalah sikap durhaka,atau menentang haq, hukum dan ketentuan Allah Swt dengan kata lain, melakukan perbuatan dosa dengan melalaikan perintah Allah swt melakukan/melanggar larangan-Nya dan tidak ridha menghadapi musibah dan ujia-Nya. Menurut pembagianya maksiat dibagi menjadi dua yaitu; maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah perbuatan maksiat dan dosa atau melanggar hukum-hukum Allah yang dilakukan oleh anggota jasad atau tubuh kasar. Misalnya maksiat mata, perut, kemaluan, tangan, kaki, telinga,lisan, dan sebagainya. Adapun maksiat batin ialah perbuatan menentang hak dan hukum Allah swt yang dilakukan oleh batin atau hati nurani, sehingga dapat mempengaruhi fitrah batin daam mengemban amanah amanah-Nya. Hati pendosa dan tukang maksiat menjadi buta dan gelap serta tidak mampu memandang rahasia ketuhanan—rahasia yang menjadikan manusia pandai dan mahir memahami ilmu tentang seluk-beluk hakikat dan ma’rifat. Ada beberapa maksat batin yang berbahaya bagikecerdasan hati, jiwa atau ruh, antara lain:
Bakhil (kikir) sifat bakhil atau kikir adalah keengganan atau tidak adanya keinginan memberi atau mengeluarkan sebagian hartanya untuk fakir miskin dan orang yang sangat membutuhkanya
. cinta dunia, harta, dan pangkat
Termasuk diantara sifat yang dapat merusak akhlak mulia dan menodai cermin batin manusia adalah cinta pada dunia, harta, dan pangkat. Orang yang tergila-gila dan mengejar-ngejar ketiganya biasanya juga mempunyai penyakit bakhil atau kikir. Orang yang mencintai semua itu dengan memburunya akan cenderung dan berangan-angan dapat meraihnya. Jika demikian, ia sedang berda pada kondisi yang sangat membahayakan kemurnian fitrah jiwa, hati, dan ruhnya, bahkan akan mendapat ancaman azab dan bencan kemurkaan Allah swt baik saat berada didunia dan lebih-lebih di akhirat kelak.
.dendam (tidak lapang dada)
Dendam ialah suatu keinginan atau sikap tidak lapang dada terhadap musuh atau orang yang menyakitkan hati. Yeitu, memberi maaf denganlapang hati kepada siapa saja yang berbuat sesuatu yang terasa menyakitkan jasad atau ruhani.
. Hasad (Dengki atau Iri Hati)
Hasad, dengki, atau iri hati ialah perasaan benci terhadap orang lain yang diberi nikmat dan mengharapkan agar nikmat tersebut segera lenyap dari orang itu dengan harapan dapat berpindah kepadanya,
. PONGAH (Sombong, Angkuh, dan Tinggi Hati)
Sifat dan sikap mengagungkan diri dengan membusungkan dada dan membangggakan diri termasuk juga penyakit yang membahayakan kesucian batin yang dapat menghalangi seorang hamba yang ingin berjumpa Allah itulah karakter setan dan iblis yang bersikap angkuh dihadapan Allah swt yang berani membantah perintah-perintah-Nya. Manusia yang mempunyai sikap dan sifat semacem ini tidak ubahnya setan dan iblis yang berwajah manusia.
KESIMPULAN
Jiwa yang mulia, tidaklah ridha terhadap sesuatu, kecuali terhadap sesuatu yang paling tinggi, paling mulia dan paling terpuji (paling baik) hasil akhirnya. Adapun jiwa yang rendah, dia hanya berputar di sekeliling perkara yang hina, dia menghampiri perkara hina itu sebagaimana lalat menghinggapi kotoran. Jiwa yang mulia dan tinggi, tidak akan ridha terhadap tindak kedzaliman, hal yang vulgar, pencurian, dan pengkhianatan, karena jiwanya lebih besar dan lebih mulia dari itu semua. Sedangkan jiwa yang hina dan rendah, berkebalikan dengan hal itu. Maka setiap jiwa akan cenderung kepada sesuatu yang selaras dan sesuai dengannya.”
DAFTAR PUSTAKA
Al-Utsaimin, M. b. (2012). Syarah Hadis Arba'in. Solo, Indonesia: Ummul Qura.
Anonim. (t.thn.). -ahlusSunnah-wal-jamaah-mengajak-manusia-kepada-akhlak-yang-mulia-dan-amal-amal-yang-baik. Dipetik september 21, 2019, dari Almanhaj: https://almanhaj.or.id/1299-ahlus-sunnah-wal-jamaah-mengajak-manusia-kepada-akhlak-yang-mulia-dan-amal-amal-yang-baik.html
Anonim. (t.thn.). Surat As-Syams Ayat 9. Dipetik september 21, 2019, dari Tafsir Web: https://tafsirweb.com/12747-surat-asy-syams-ayat-9.html
Bahrudin. (2015). Ahlak Tasawuf. Serang: IAIB PREES.
Fahrudin. (2004). Pendidika Agama Islam. Tasawuf132Jurnal, 12, 2.
Hamdani. (2007). Rahasia Sufi Bertemu Tuhan. Yogyakarta: Al-Furqan.
Pentingnya Tazkiyatun Nufus. (t.thn.). Dipetik september 21, 2019, dari Muslimah: https://muslimah.or.id/7956-pentingnya-tazkiyatun-nufus.html
No comments:
Post a Comment