Sunday 30 June 2019

MAKALAH TINGKAH LAKU TERPUJI


TINGKAH LAKU TERPUJI
Pentingnya kejujuran
Kejujuran membawa kebajikan
Orang yang jujur dapat pertolongan Allah


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan ni’mat Sehat, Iman, dan Islam pada kita semua, sehingga segala kendala dalam upaya dalam penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat dan Salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. manusia pilihan Allah yang membawa Risalah kepada kita semua, sehingga kita terlepas dari belenggu kebodohan, kesesatan dan mengajak serta membimbing kita menuju alam Ilmu Pengetahuan tentunya dengan Iman dan Islam.
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak dosen pembimbing mata kuliah “Hadits” yang telah memberikan saya tugas penting ini.
Dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja, oleh sebab itu, senang kiranya jika Bapak dosen pembimbing mata kuliah “Hadits” bisa memberikan kritik dan saran guna tercipta kesempurnaan dalam penulisan makalah-makalah yang akan datang.
Inilah sedikit kata-kata yang telah saya susun dalam lembaran-lembaran yang saya harapkan akan memberikan ilmu pengetahuan kepada kita semua. Semoga kita dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung didalamnya, Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



                                                  
                                                                        Serang,  22 Maret 2019


                                                                                     Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan sehari – hari antara sesama manusia saling bergaul dan berinteraksi, agar hubungan ini berjalan dengan baik tentunya ada aturan yang harus dijalankan, bagi umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Dalam pembahasan yang akan diterangkan pada makalah ini, bahwa penulis akan mengemukakan tentang pentingnya kejujuran, kejujuran membawa kebajikan dan orang yang jujur mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. tiga hal ini yang sebaiknya patut kita lakukan sehari-hari.
Hal ini diusun dalam bentuk sebuah makalah, disamping untuk menambah wawasan, penulis juga mengharapkan kepada pembaca mampu menjadikan ilmu ini sebagai salah satu rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan sehari – hari. Kemudian juga pembahasan ini dibuat sebagai bentuk tugas dari mata kuliah “:Hadits” dalam tugas individu yang disajikan dalam bentuk makalah.
B.     RUMUSAN MASALAH
·         Apa pentignya kejujuran?
·         Apakah kejujuran membawa kebajikan?
·         Apakah orang yang jujur mendapatkan pertolongan Allah SWT.?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENTINGNYA KEJUJURAN
Jujur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lurus hati; tidak berbohong, tidak curang,  tulus; ikhlas.[1] Sedangkan kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).[2]
Jujur merupakan sikap yang ada pada diri manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia sulit menerapkan sikap jujur pada dirinya, serta saat ini jarang sekali orang yang benar-benar jujur. Sikap jujur harus ditanamkan pada diri sendiri, dan harus mulai diterapkan pada usia dini. Menerapkan sikap jujur pada anak di usia dini sangatlah penting, karena dengan menerapkan kejujuran pada anak, akan membiasakan anak untuk berkata dan bersikap jujur.
Kejujuran meliputi tiga hal yaitu ucapan, keyakinan dan perbuatan.
Jujur dalam ucapan adalah hendaknya sesuai dengan apa yang ada dalam hati atau sesuia dengan kenyataan, atau sesuai dengan keadaan keduanya (hati dan fakta).
Jujur dalam keyakinan adalah dimulai dengan adanya kajian tentang masalah keyakinan itu sendiri, kemudian mencari dalil argumentasi dari panca indra, syariat, logika dengan disertai dengan penafian subhat tentangnya.
Jujur dalam perbuatan adalah adanya kesesuaian antara kepribadian yang nampak dengan apa yang ada dalam diri sendiri. Sehingga tulus ikhlas kepada Allah mengharapkan kebaikan dengannya.[3]
Seorang muslim adalah orang yang jujur. Dia mencintai kejujuran, menemukannya lahir batin didalam ucapan dan perbuatan, karena kejujuran menunjukkan kebaikan, dan kebaikan dan menunjukkan kepada surga. Adapun kebalikan dari jujur adalah dusta. Sifat ini menunjukkan kepada kejahatan, dan kejahatan menunjukkan kepada neraka.[4]
Sebagaimana sabda Rasulallah SAW.
“Dari Ibnu Mas’ud ra. dari Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya jujur itu mendorong untuk beramal saleh, dan sesungguhnya amal saleh itu menunjukkan jalan kesurga. Dan seseorang yang benar-benar/terus-menerus berbuat jujur (sehingga menjiwai dan berbudi), ditetapkan disisi Allah sebagai ahli jujur. Dan sesungguhnya dusta itu mendorong untuk berbuat keji dan perbuatan keji itu menyampaikan ke neraka. Dan seorang yang benar-benar/terusmenerus berdusta, ditetapkan disisi Allah sebagai ahli dusta.”[5]
(Mutafaq Alaih)
Seorang muslim tidak hanya melihat kejujuran sebagai akhlak mulia saja, melainkan memandangnya lebih dari pada itu. Seorang muslim memandang kejujuran sebagai penyempurna iman dan keislamannya. Allah SWT. menyuruh berbuat jujur dan memuji mereka yang jujur. Begitu juga Rasulullah SAW. menyuruh yang sama,menganjurkannya, dan mengajak untuk berbuat jujur. Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah ayat 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian beserta orang-orang yang jujur.
(Q.S At-Taubah:119)
Ada tiga perilaku penting yang harus diteladani dan dilakukan oleh umat Muslim, dimana ketiga perilaku tersebut dijanjikan oleh Rasulallah SAW.  akan mengantarkan umat Muslim ke dalam surganya Allah.

Sebagaimana Rasulallah SAW bersabda
وعن أبي أمامة الباهلي رضي الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ
وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِب وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
(رواه أبوداود بإسناد صحيح)
Artinya:
“Abu ummah Al Bakhili r.a. berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda, saya dapat menjamin suatu rumah di kebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Dan menjamin suatu rumah di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin suatu rumah di bagian tertinggi dari surga bagi orang orang baik budi pekertinya.””
(H.R. Abu Dawud dengan sanan yang sahih)
Hadist di atas menerangkan tiga perilaku penting bagi kaum Musimin yang mendapatkan jaminan surga dari Rosulullah SAW. Bagi mereka yang memimilkinya. Ketiga perilaku tersebut adalah
1.      Orang yang meninggalkan perdebata meskipun ia benar
Berdebat atau berbantah bantah adalah suatu pernyataan dengan maksud  untuk menjadikan orang lain memahami suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara mencela ucapannya sekalipun orang yang mendebatnya itu tidak tahu persis permasalahannya, karena kebodohannya. Dan lebih ditonjolkna dalam berdebat adalah keegoannya sehingga ia berusaha mengalahkan lawan debatnya dengan berbagai cara.
Sebenarnya, tidak semua orang bentuk perdebatan dilarang dalam Islam apalagi kalau berdebat dalam mempertahankan aqidah. Hanya saja, perdebatan seringkali membuat orang lupa diri, terutama kalau perdebatannya dilandasi oleh keegoan masing-masing, bukan didasarkan pada keinginan untuk mencari kebenaran.
Pada saat berdebat tidak sedikit orang yang memiliki ego sangat tinggi dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain atau pun mengalah walaupun dalam hatinya ia merasa kalah. Tipe orang seperti itu biasanya selalu berusaha untuk mempertahankan idenya dengan cara apapun. Bahkan tidak sedikit kasus yang diawali dari perdebatan berakhir dengan perkelahian dan pertumpahan darah. Padahal, terkadang mereka adalah sama-sama berada didalam persaudaraan islam. Rasulullah SAW. bersabda :
ماضل قوم بعدان ھداھم لله إلاأوتواالجدل (رواه لترمذى عن أبى امامه)
Artinya:
“ Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk Allah, kecuali kaum yang suka mendatangkan perdebatan “
(H.R. At Tarmidi dari Abu Umammah)
Adapun dalam menghadapi orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, Nabi menganjurkan umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa dia menang dalam perdebatan tersebut. Dengan berperilaku seperti itu, bukan berarti kalah dalam perdebatantersebut, melainkan menang disisi Allah dan mendapat pahala yang besar, sebagaimana Nabi menyatakn bahwa dijamin surga baginya.[6]



2.      Orang yang tidak berdusa meskipun bergurau
Berdusta adalah menyatakan sesutau yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dusta sangat dilarang dilarang dalam islam. Karena selain erugikan orang lain, juga merugikan dirinya sendiri. Dusta adalah salah satu sikap tercela yang menunjukkan sifat orang yag tidak beriman kepada Allah. Dengan tegas Allah menjelaskan hal ini didalam surat an-Nahl ayat 105:
إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ
Aratinya:
“Sesungguhnya yang mengada-ngadakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”. [7]
(Q.S. AnNahl: 105)
Dusta yang paling besar adalah dusta terhadap Allah swt. Sebagaimana yang disebutkan didalam surat az-Zumar ayat 60:
وَيَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ تَرَى ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسْوَدَّةٌ ۚ أَلَيْسَ فِى جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِين
Artinya:
“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?”
(Q.S. az Zumar: 60)

Islam sangat menghargai orang yang bersifat jujur walaupun dalam bercanda. Orang orang yang selalu jujur, sekalipun dalam bercanda sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas dijaminkan oleh Rasulallah SAW. satu tempat di tengah surga.
Dalam bercanda, seseorang biasanya suka melebihkan candaannya untuk mengundang tawa orang yang diajak bercanda. Hal ini membuatnya merasa puas, maka dibuatlah gurauan dengan berbagai cara walaupun harus bohong. Hal seperti itu tidaklah dibenarkan dalam Islam karena apapun alasannya berbohong merupakan perbuatan yang dilarang.
Rasulallah SAW. bersabda:
عن بهز بن حكيم عن ابيه عن جده قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ
وَيْلٌ لَهُ (أخرجه الثلاثة وإسناده قوي)
Artinya:
“Dari Bahz Ibn Hakim dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Rasulallah SAW. bersabda, ‘kecelakaanlah bagi orang orang yang menceritakan, tetapi ia berdust untuk membuat oarang orang tertawadengan itu. Kecelakaanlah baginya kemudian kecelakaanlah baginya.’”
(Dikeluarkan oleh tiga dan isnadnya kuat)
Rasulallah SAW. memberikan contoh tentang bercanda tidak dicampuri bohong. Ketika beliau didatangi seseorang nenek yang bertanya apakah dia akan masuk surga, Nabi menjawab nenek itu tidak akan masuk surga. Hal itu membuat sang nenek menangis sehingga membuat Siti Aisyah merasa iba padanya. Kemudian ia menanyakan kepada Rasulallah tentang jawaban yang diberikan kepada nenek tersebut. Rasulallah SAW. menjawab menjelaskan bahwa disurga tidak akan ada nenek nenek atau kakek kakek. Mereka yang ketika di dunia sudah tua, kalau masuk surga, mereka akan muda kembali, Siti Aisyah pun pergi dan tertawa.[8]
3.      Orang yang baik budi pekertinya
Diketahui bahwa salah satu misi terpenting Rasulullah SAW. diutus adalah untuk memperbaiki akhlak manusia sebagaimana Abu Hurairah berkata bahwasaanya nabi bersaabda:
ٳنّما بعثت لأتمّم مكارم الأخلاق
Artinya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”[9]
Memperbaiki akhlak tersebut mencakup segala lingkupnya. Diantaranya akhlak terhadap Allah dengan cara mengesakan dan beribadah hanya kepada-Nya. Dan Akhlak kepada manusia dengan cara, bermuka manis berusaha untuk membantu orang lain dalam perkara yang baik.
وعن عبدالله بن عمروبن لعاص رضي الله عنها قال: لم یكن رسول الله ص ٠م فاحشا ولامتفحّشا وكان
یقول : ٳن مّن خیاركم أحسنكم أخلاقّا (متفقعلیه)
Artinya:
“Abdullah bin Amru Al-Ashr r.a berkata, “Rasulullah SAW. bukan seorang yang memiliki perilaku dan perkataan yang keji. Nabi SAW. bersabda, “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik akhlak (budi pekertinya).”
(H.R. Bukhori dan Muslim)
B.     KEJUJURAN MEMBAWA KEBAJIKAN
حَدِیثُ عَبْدِ لله بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ للهُ عَنْھُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى للهُ عَلَیْھِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِنَّ الصِّدْقَ یَھْدِي إِلَى البِرِّ،
 وَإِنَّ البِرَّ یَھْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وإِنَّ الرَّجُلَ لَیَصْدُقُ حتى  یَكُونَ صِدِّیقًاز. وَإِنَّ الكَذِبَ یَھْدِي إِلَى الفُجُورِ. وَإِنَّ
الفُجُورَ یَھْدِي إِلَى النَّارِ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَیَكْذِبُ حَتَّى یُكْتَبَ عِنْدَ لله كَذَّابًا (اخرجه الخارى )
Artinya:
Ĥadīś riwayat ‘Abdullah ibn Mas’ud rađiyaLlāhu ‘anhu tentang Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur, ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pad kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta, ia akan dicatat sebagai seorang pendusta.”
(Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 5629)
Ada 6 jaminan untuk masuk surga. Yaitu, jujurlah bila berbicara, tepatilah bila berjanji, sampaikanlah bila diberi amanat, peliharalah kemaluan kalian, merundukkan pandangan mata kepada hal-hal yang haram dilihat, dan cegahlah kedua tangan dari hal-hal yang  diharamkan Allah. Barang siapa yang memlihara hal-hal tersebut, niscaya dijamin akan masuk surga sebagaimana sabda rasulullah SAW:



Jaminan untukku enam perkara dari diri kalian, niscaya kujamin surga untuk kalian, yaitu: apabila kalian berbicara jujurlah, apabila berjanji tepatilah, apabila diberi amanat sampaikanlah amanat itu, pelliharalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan makalian, dan cegahlah kedua tangan kalian.[10]
(Riwayat Baihaqi melalui Ubadah Ibnush Shaamit)
Dalam Al-Qur’an dinyatakn bahwa orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah dalam surat az Zumar ayat 33
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya:
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S.  az Zumar : 33)
Orang yang jujur akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, serta mengikuti segala sunnah rasulullah SAW., karena hal itu merupakan janjinya kepada Allah ketika mengucapkan dua kalimat syahadat. Kejujuran akan selalu mengantarkan seseorang kepada kebaikan sementara dusta senantiasa membawa keburukan.



C.    ORANG YANG JUJUR DAPAT PERTOLONGAN ALLAH
عَنْ أَبِي ھُرَیْرَةَ رَضِيَ الله عنه. عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عليه وسلم. قال: مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ یُرِیدُ أَدَاءَھَا أَدَّى
الله عَنْھُ وَمَنْ أَخَذَ یُرِیدُ إِتْلَافَھَا أَتْلَفَه الله (رَوَاهُ البُخَارِيّ وَابْنُ مَاجَھ وَغَیْرُھُمَا)
Artinya:
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu dari Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu” [11]
(H.R. Bukhari, Ibnu Majah dan selainnya)
Dalam kejidupan masyarakat, ada sebagian orang yang suka meminjam uang atau barang kepada orang lain untuk digunakan sebagai penunjang usahanya. Hal itu dibolehkan dalam Islam dan Allah SWT akan menolong mereka kalau mereka berniat untuk menggunakannya sebagai penunjang usahanya dan berniat untuk mengembalikannnya kepada pemiliknya.
Peminjan tidak berniat menipu pemilik modal dengan menggunakan uang yang dipinjamnya untuk berpoya-poya sehingga uang tersebut habis begitu saja dan ia sendiri tiak memiliki uang untuk menggantinya. Hal itu merugikan pemilik modal karena akan menggantikan usahanya, yang sangat penting untuk membiayai keluarganya.
Oleh karena itu, setiap peminjam modal hendaknya ingat bahwa harta tersebut adalah amanat yang dipercayakan oleh pemilik kepadanya. Dalam islam umat nya selalu diingatkan untuk menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya dan mengembalikan amanat tersebut kepada pemiliknya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Q.S. An Nisa: 58)
Begitu pula seorang peminjam modal, ia harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga kepercayaan yang diraihnya tersebut dengan cara mengembalikan modal yang dipinjam nya pada waktu yang telah disepakati. Jika ia berbuat demikian, pemilik modal akan semakin mempercayai nya. Ini berarti, jika ia memerlukan modal lagi, ia tidak akan mengalami kesulitan.
Selain akan mendapat predikat Shiddiq sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan terlebih dahulu, ia juga akan dimudahkan Allah SWT dalam setiap usahanya, terutama dalam usahanya untuk mengembalikan modal yang diamanatkan padanya. Allah SWT berfirman:
ومن یتّق الله یجعل لھ مخرجًا
Artinya:
“ Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah SWT niscaya dya akan mengadakan kepadanya jalan keluar “.
(Q.S. Thalaq:4)
Sebaliknya, apabila dya bermaksud berkhianat, yakni meminjam barang atau harta tersebut untuk dirusak atau sengaja tidak akan mengembalikannya, Allah SWT akan membalas perbuatan Dzalim tersebut, sebagaimana firman-Nya : Sebaliknya, apabila dya bermaksud berkhianat, yakni meminjam barang atau harta tersebut untuk dirusak atau sengaja tidak akan  mengembalikannya, Allah SWT akan membalas perbuatan Dzalim tersebut, sebagaimana firman-Nya :
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Artinya:
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.“
(QS. Ibrahim : 42)
Berdasarkan penjelasan diatas dipahami bahwa bersikap jujur dalam segala hal akan mendapatkan pertolongan Allah SWT.  Sebaliknya, bersifat khianat akan mendapat keburukan di dunia maupun di akhirat.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Bersikap jujur dalam segala hal akan mendapatkan pertolongan Allah SWT. Sebaliknya, bersifat khianat akan mendapat keburukan di dunia maupun di akhirat. Kejujuran akan mendapat kebajikan dan orang yang jujur akan selalu mendapat pertolongan Allah. Tiga perilaku penting yang mendapatkan jaminan surga dari rasulullah bagi mereka yang memilikinya. Tentu saja, ke tiga perilaku ini harus di iringi berbagai kewajiban lainnya yang telah ditentukan islam. Ketiga perilaku tersebut adalah:
1. Orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
2. Orang yang tidak berdusta meskipun bergurau.
            3. Orang yang baik budi pekertinya











DAFTAR PUSTAKA
https://kbbi.web.id/jujur
https://kbbi.web.id/kejujuran
Syafe’i Rachmat.2000. Al-Hadis. Bandung: Pustaka setia
Masyhuri.Abdul Aziz.1980. Mutiara Qur’an dan Hadits.Surabaya:Al-ikhlas
Jabir El-jazairi.Abu bakar. Pola Hidup muslim.
Al-Hasyimi.Sayyid Ahmad.1993. Syarah Mukhtaarul Ahaadiits.Bandung:Sinar Baru Algensindo
Masyhuri.Abdul Aziz.1980. Mutiara Qur’an dan Hadits.Surabaya:Al-ikhlas
Jabir El-jazairi.Abu bakar. Pola Hidup muslim



[1] https://kbbi.web.id/jujur
[2] https://kbbi.web.id/kejujuran
[3] Al-Adab An-Nabawi, hal. (148)
[4] Abu Bakar Jabir Eljazair, Pola Hidup Muslim. hal (387)
[5] Abdul Aziz Mnsyuri, Mutiara Qur’an Hdits. hal (151)
[6] Rachmat Syafe’i, Al Hadits. hal (74-75)
[7] Abdul Hamid Ritongga, 16 Tema Pokok Hadits Seputar Islam dan Tata Kehidupan. hal (81)
[8] Rachmat Syafe’i, Al Hadits. hal (77-78)
[9] Hadits shahih, Shahih Al-Jami’ no. (2349)
[10] Sayyid Ahmad Al-hasyim. Syarah Mukhtaarul Ahaadiits, hal ( 138)
[11] Rachmat Syafe’i, Al Hadits. hal (85-86)

MAKALAH TAKHALLI DALAM TASAWUF

                                                                   TAKHALLI DALAM TASAWUF Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tug...